Sabtu, 10 Juni 2017

Penyebab utama Diganggu JIN atau Gangguan Jin atau Gangguan Setan atau kesurupan atau kesurupan massal





Penyebab utama Diganggu JIN atau Gangguan Jin atau Gangguan Setan atau kesurupan atau kesurupan massal adalah melalui kegiatan berikut :


1. Suka Menyendiri
2. Ke Orang Pintar (Dukun)
3. Berteman Setan
4. Dzikir Maksa (berlebihan)
5. Salah Makanan, terutama makan di tempat yang ada penglarisnya
6. Salah Teman
7. Salah Amalan, yang tidak ada tuntunannya dalam Al-qur'an dan Sunnah Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wassallam
8. Salah Kostum, tidak mau berpakaian sesuai Syariat Islam (tidak menutup aurat)
9. Salah Gaul, bergaul dengan orang yang tidak baik
10. Menyanyi
11. Memakan harta anak yatim
12. Berlama-lama di WC


Tempat Terapi Ruqyah dan Bekam di Jember?

Ruqyah dan Bekam Syariyah di daerah Jember, menjadi bagian dari alamat tempat ruqyah di Jawa Timur dan komunitas ruqyah Jember

Kami mengundang ANDA mengikuti ruqyah dan bekam syariyah, bagi yang memiliki Penyakit MENAHUN tidak sembuh" & memiliki tanda" Gangguan Sihir dan Gangguan Jin dalam diri bisa ditengok (klik) dalam tautan berikut :

Sedangkan Pintu masuk Penyebab Gangguan Jin pada diri manusia, sila ditengok (klik) dalam tautan berikut :

dan bagi yang pernah mengalami kesurupan Jin atau kesurupan Massal, 
Monggo silahkan hadir di pengobatan RUQYAH DAN BEKAM SYAR'IYAH JEMBER:
- Ruqyah Syariyah artinya Terapi Ruqyah menurut Islam
- Ruqyah Mandiri artinya Terapi Ruqyah sendiri sesuai Syar'i

Kami juga melayani RUQYAH RUMAH - RUQYAH TEMPAT TINGGAL - RUQYAH KANTOR - RUQYAH TEMPAT KERJA - RUQYAH PABRIK - RUQYAH GEDUNG

Sebagai catatan : 
Ada Therapis Ruqyah khusus Wanita (Akhwat), dan klien Akhwat akan di-terapis oleh Therapist Akhwat 

Lokasi dan Alamat Tempat Ruqyah dan Bekam Syariah JEMBER : 
Perum Villa Ajung Bumi Asrt Blok A6 - Ajung - JEMBER
Untuk info Jasa Ruqyah dan Bekam Syariyah di JEMBER silahkan hubungi :
Farid 082 331 504 566

Akan dibekali pemahaman bagaimana menjalani Ruqyah Mandiri dengan ketentuan memenuhi kaidah Ruqyah Syar'i, sehingga menjadi salah satu panduan dalam menjalankan Ruqyah Syar'iyah di JEMBER, dan atas ijin Allah pelaksanaan Ruqyah di Malang ini akan memberikan kebaikan dan kesembuhan dari Allah semata.

Terapi Ruqyah dan Bekam Syar'iyyah dapat diperuntukkan untuk kesembuhan hal yang terkait berikut :

Ruqyah Anak Hiperaktif, Ruqyah Anak Kecil, Ruqyah Ain, Ruqyah agar dapat Jodoh, Ruqyah Jodoh, Ruqyah Enteng Jodoh, Ruqyah Anak Indigo, Ruqyah Bayi, Ruqyah Epilepsi, Ruqyah Ejakulasi Dini, Ruqyah Gangguan Jin, Ruqyah Gay - LGBT, Ruqyah Gangguan Jiwa, Ruqyah Halau Jin, Ruqyah Jin, Ruqyah Jin Bandel, Ruqyah Jin Kafir, Ruqyah Jin Ifrit, Ruqyah Kristen, Ruqyah Lumpuh, Ruqyah Orang Gila, Ruqyah Orang Bisu, Ruqyah Orang Sakit, Ruqyah Orang Kesurupan, Ruqyah Penyakit Medis, Ruqyah Pengusiran Jin, Ruqyah Rumah, Ruqyah Raja Jin, Ruqyah Rahim, Ruqyah Tempat Usaha, Ruqyah Rumah, Ruqyah Tenaga Dalam, Rukyah Untuk Kesembuhan, Rukyah Untuk Orang Sakit, Ruqyah Vertigo, Ruqyah Sihir, Ruqyah Tenaga Dalam, Ruqyah Santet, Ruqyah Dukun / Paranormal, Ruqyah Wasir, Ruqyah Warung, Ruqyah Wanita Hamil, Ruqyah Zina

Telah hadir ruqyah di jember 2016 sampai dengan ruqyah di malang 2017, dan In syaa Allah akan mengadakan Pelatihan Ruqyah Malang secara komprehensif yang memuat ruqyah menurut Islam dan dapat memahami artinya ruqyah, mengetahui ayat ruqyah dan bacaan ruqyah, serta dapat menjawab berbagai pertanyaan seputar dunia ruqyah

Info Penting Terkait Seluk Beluk Ruqyah, Sila ditengok (klik) dalam tautan berikut :

Klik ➡ http://bit.ly/InfoPentingRuqyah


Tempat Ruqyah & Bekam di Jember, Sila ditengok (klik) dalam tautan berikut :

Klik ➡ https://rehabhati-jember.blogspot.co.id
_______________________________________________________________________

Lokasi dan Alamat Tempat Ruqyah Syariah Jember : 
Perum Villa Ajung Bumi Asri Blok A6 - Ajung - JEMBER

Untuk info Jasa Ruqyah Syariyah di Jember silahkan hubungi :
Farid 082 331 504 566

Kamis, 08 Juni 2017

Jember BERBAGI IFTOR

RUMAH REHAB JEMBER SPESIAL RAMADHAN 1438H
GERAKAN BERBAGI IFTOR




Berbagi Iftar, Ruqyah Jember, Rehab Hati Jember

BISMILLAH 

Alhamdulillahi 
Assholatu Wassalamu Ala Rosulillah Amma Ba'du

Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Al juud berarti rajin dan banyak memberi (berderma)” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 291). Jadi maksud hadits adalah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– rajin memberi sedekah pada orang lain di bulan Ramadhan.

Ibnu Rajab juga menyebutkan, “Pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkumpul berbagai macam sifat dermawan. Beliau gemar berderma dengan ilmu dan harta beliau. Beliau juga mengorbankan jiwa untuk memperjuangkan agamanya. Beliau juga memberikan manfaat pada umat dengan menempuh berbagai macam cara. Bentuk kemanfaatan yang beliau berikan adalah dengan memberi makan pada orang yang lapar, menasihati orang yang bodoh, memenuhi hajat dan mengangkat kesulitan orang yang butuh.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 293).

Di halaman lainnya dari kitab Lathaif Al-Ma’arif (hlm. 295), semangat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berderma lebih besar lagi di bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya.


Yuuk SEMANGAT BERSEDEKAH di BULAN RAMADHAN !!!

Silahkan yang ingi mendaftarkan hartanya kesyurga-NYA ALLAH, berapapun, semampunya, sesungguhnya ALLAH tak akan pernah bosan mencatat amal kebaikan kita :

- Transfer ke rekening BNI SYARIAH  0395242564 an. Farid Syahril Arafat.
Kode BANK 009

- Setelah transfer di mohon utk konfirmasi via sms/WA ke 082331504566

NOTE :
Akan di didistribusikan setiap hari sampai H-1 Idul fitri


Rumah Rehab Jermber
WA. 082 331 504 566
FB. @rumahrehabjember
rehabhati-jember.blogspot.co.id
rumahrehab-jember.blogspot.co.id

Rabu, 07 Juni 2017

082331504566 Rehab Hati Jember, Hukum Minta Diruqyah [4-4]


Hukum Minta Diruqyah [4-4]

KONTROVERSI HADITS RUQYAH
Adapun mengenai larangan ruqyah, ‘kontoversi hati’ ini sudah dimulai sejak 14 abad yang lalu yaitu dijaman para sahabat dan sohabiah masih hidup di al Jazeera. Dan sebenarnya, jika kita meneliti dengan seksama maka kita akan menemukan bahwa tidak ada pertentangan antara firman Allah azza wa jalla di dalam al Qur’an dengan perkataan atau sabda nabi dalam bentuk teks hadits yang sahih, karena sunnah itu menjelaskan al Qur’an secara terperinci. Adapun jika ada pertentangan makna, maka kita harus memastikan bahwa pengetahuan kita belum sampai atau belum semua cabang ilmu kita pelajari.
عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ أَنَّ خَالِدَةَ بِنْتَ أَنَسٍ أُمَّ بَنِي حَزْمٍ السَّاعِدِيَّةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَرَضَتْ عَلَيْهِ الرُّقَى فَأَمَرَهَا بِهَا
Dari Abu Bakar bin Muhammad bahwa Khalidah binti Anas Ummu bani Hazm As Sa’idi datang menemui Nabi ﷺ, dia meminta pertimbangan kepada beliau untuk diruqyah, maka beliau memerintahkan terapi dengan ruqyah.” [1]
Dari ‘Auf bin Malik ia berkata, “Pada masa jahiliyah aku pernah melakukan penjampian, lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda mengenai hal tersebut?” Beliau menjawab:
اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا
“Perlihatkan jampi kalian kepadaku! Tidak mengapa dengan jampi selama bukan perbuatan syirik.”[2]
Dari Buraidah dia berkata, “Rasulullah ﷺ  bersabda:
لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ
‘Tidak diperbolehkan ruqyah kecuali dari penyakit ‘ain atau sengatan kalajengking.” [3]
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ الرُّقْيَةِ فَقَالَتْ رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَهْلِ بَيْتٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فِي الرُّقْيَةِ مِنْ كُلِّ ذِي حُمَةٍ
‘Abdur Rahman bin Al Aswad dari Bapaknya dia berkata; “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah tentang ruqyah. Jawabnya; ‘Rasulullah ﷺ  pernah membolehkan satu keluarga Anshar melakukan ruqyah untuk setiap penyakit demam.[4]
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ فِي الرُّقْيَةِ مِنْ الْحُمَةِ وَالْعَيْنِ وَالنَّمْلَةِ
Dari Anas, bahwa Nabi ﷺ  memberi keringanan dalam ruqyah (jampi-jampi) dari penyakit humah (racun yang di akibatkan oleh sengatan kalajengking) dan penyakit ‘ain serta penyakit luka yang keluar dari rusuk.” [5]
Sahl bin Hunaif berkata, “Kami pernah melewati sebuah air yang mengalir (banjir), kemudian aku mencebur dan mandi di dalamnya, setelah itu aku keluar dan dalam keadaan terserang demam. Hal itu lalu sampai kepada Rasulullah ﷺ  hingga beliau pun bersabda:  مُرُوا أَبَا ثَابِتٍ يَتَعَوَّذُ “Perintahkan Abu Tsabit agar membaca ta’awwudz!” Nenekku berkata, “Lalu aku katakan, “Wahai tuanku, apakah jampi diperbolehkan?” Beliau bersabda:
لَا رُقْيَةَ إِلَّا فِي نَفْسٍ أَوْ حُمَةٍ أَوْ لَدْغَةٍ
“Tidak ada jampi kecuali karena pengaruh perbuatan dengki, atau racun, atau sengatan hewan.” [6]
Dari Anas ia berkata, “Rasulullah ﷺ  bersabda:
لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ أَوْ دَمٍ يَرْقَأُ لَمْ يَذْكُرْ
“Tidak ada jampi kecuali karena ‘ain (pengaruh mata orang yang dengki), atau racun, atau darah yang terhenti.” [7]
Dari Jabir, dia berkata, “Kaum Anshar ada satu keluarga yang dipanggil dengan keluarga ‘Amru bin Hazm, mereka sering meruqyah (jampi-jampi) dari penyakit humah (racun yang di akibatkan oleh sengatan kalajengking), padahal Rasulullah ﷺ  telah melarang jampi-jampi, maka mereka mendatangi Nabi ﷺ  dan berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda telah melarang untuk meruqyah, dan kami sering melakukan ruqyah dari penyakit humah.” Maka beliau bersabda: اعْرِضُوا “Tunjukkanlah (ruqyahmu) kepadaku.” Mereka pun membacakannya kepada beliau, dan beliau bersabda lagi:
لَا بَأْسَ بِهَذِهِ هَذِهِ مَوَاثِيقُ
“Tidak apa dengan ini, karena bacaan ini termasuk dari sesuatu yang dapat menguatkan.” [8]
Sufyan bin ‘Uyainah berkata dalam riwayatnya, saya telah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, bagaimana menurut anda tentang obat yang kami gunakan untuk mengobati penyakit, ruqyah yang kami praktekkan, dan penjagaan yang kami buat, apakah bisa menolak dari takdir Allah? Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّهَا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Itu semua termasuk takdir Allah Tabaaroka wa Ta’ala.” [9]
Dari Jabir ra, dia berkata, “Kaum Anshar ada satu keluarga yang dipanggil dengan keluarga ‘Amru bin Hazm, mereka sering meruqyah (jampi-jampi) dari penyakit humah (racun yang di akibatkan oleh sengatan kalajengking), padahal Rasulullah ﷺ  telah melarang jampi-jampi, maka mereka mendatangi Nabi ﷺ  dan berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda telah melarang untuk meruqyah, dan kami sering melakukan ruqyah dari penyakit humah.” Maka beliau bersabda: اعْرِضُوا “Tunjukkanlah (ruqyahmu) kepadaku.” Mereka pun membacakannya kepada beliau, dan beliau bersabda lagi:
لَا بَأْسَ بِهَذِهِ هَذِهِ مَوَاثِيقُ
“Tidak apa dengan ini, karena bacaan ini termasuk dari sesuatu yang dapat menguatkan.”[10].
Berkali-kali dalam beberapa hadits dari rawi yang berbeda-beda, Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa tidak mengapa meruqyah selama tidak terdapat kesyirikan didalamnya. Nah sampai disini, fahamlah kita bahwa larangan ruqyah atau hadits “ticket tanpa hisab” itu adalah ruqyah yang bathil. Mari kita lihat hadits selengkapnya;
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abbas, Rasulullah ﷺ  bersabda: “Beberapa ummat pernah ditampakkan kepadaku, maka nampaklah seorang nabi dan dua orang nabi lain lewat bersama dengan beberapa orang saja, dan seorang nabi lagi yang tidak bersama seorang pun, hingga tampak olehku segerombolan manusia yang sangat banyak, aku pun bertanya; “Apakah segerombolan manusia itu adalah ummatku?” di beritahukan; “Ini adalah Musa dan kaumnya.” Lalu diberitahukan pula kepadaku; “Lihatlah ke ufuk.” Ternyata di sana terdapat segerombolan manusia yang memenuhi ufuk, kemduian di beritahukan kepadaku; “Lihatlah di sebelah sini dan di sebelah sana, yaitu di ufuk langit.” Ternyata di sana telah di padati dengan segerombolan manusia yang sangat banyak, ” di beritahukan kepadaku; “Ini adalah ummatmu, dan di antara mereka terdapat tujuh puluh ribu yang masuk surga tanpa hisab.” Setelah itu beliau masuk ke rumah dan belum sempat memberi penjelasan kepada mereka (para sahabat), maka orang-orang menjadi ribut, mereka berkata; “Kita adalah orang-orang yang telah beriman kepada Allah dan mengikuti jejak Rasul-Nya, mungkinkah kelompok tersebut adalah kita ataukah anak-anak kita yang dilahirkan dalam keadaan Islam sementara kita dilahirkan di zaman Jahiliyah.” Maka hal itu sampai kepada Nabi ﷺ , lantas beliau keluar dan bersabda:
هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah minta untuk di ruqyah, tidak pernah bertathayur (menganggap sial pada binatang) dan tidak pula melakukan terapi dengan kay (terapi dengan menempelkan besi panas pada daerah yang sakit), sedangkan kepada Rabb mereka bertawakkal.”[11]
Dari beberapa hadits yang diketengahkan, maka disini ditarik kesimpulan bahwa ruqyah yang dimaksud dalam hadits diatas adalah ruqyah syirkiyyah atau Rasulullah saw menyebutnya ruqyah bathil. Atau ada juga ulama yang mengatakan ruqyah yang menghilangkan tawakal pasiennya, sebagaimana hadits dari Mujahid dari ‘Aqqar bin Al Mughirah bin Syu’bah dari bapaknya yang berkata; Rasulullah ﷺ  bersabda:
مَنْ اكْتَوَى أَوْ اسْتَرْقَى فَقَدْ بَرِئَ مِنْ التَّوَكُّلِ
“Barangsiapa yang berobat dengan Kay atau meminta untuk diruqyah, maka sungguhnya ia telah berlepas diri dari sifat tawakkal.” [12]
Adapun menanggapi fatwa-fatwa ulama tentang larangan ruqyah massal, larangan buka klinik ruqyah, ruqyah dengan speaker dan lain-lain kami pun sangat menghormatinya oleh karenanya kami mencoba mensinergikan teraphy Al Qur’an ini dengan pelatihan agar ummat islam tetap tawakal kepada Allah dan menjadikan majlis-majlis yang dibuat itu sebagai pelatihan untuk memahamkan mereka kepada tauhidullah dan akidah yang lurus demi menguatkan jiwanya dan nantinya mampu melakukan ruqyah mandiri. Tentang ruqyah massal yang hampir selalu diadakan disetiap event, hal ini bertujuan untuk membantu mereka melepaskan belenggu-belenggu sihir yang kuat untuk selanjutnya mengarahkan mereka pada ruqyah mandiri.
Fatwa adalah perkataan manusia, sangat jauh dengan perkataan Rasul begitupun dengan kalimat-kalimat hadits yang jauh nilai dan universality-nya jika dibanding dengan firman Allah azza wa jalla. Fatwa disebuah tempat dan kondisi tidak bisa diaplikasikan diseluruh dunia, karena kondisi wilayah dan kebudayaan (tingkat kesyirikan, keawaman masyarakat di dunia) berbeda-beda. Indonesia dan asia tenggara merupakan wilayah yang sangat rawan perdukunan dan sihir, dan dominasi kaum intelektual yang sedikit. Oleh karenanya dibutuhkan rumah-rumah singgah untuk masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk melepaskan jiwanya dari sihir.
Wallahu Alam Bishawab,

Ditulis Oleh:
Nuruddin Al Indunissy

Referensi.
[1] Sunan Ibnu Majah 3505
[2] Sunan Abu Daud 3388
[3] Sunan Ibnu Majah 3504
[4] Shahih Muslim 4067
[5] Sunan Ibnu Majah 3507
[6] Sunan Abu Daud 3390
[7] Sunan Abu Daud 3391
[8] Sunan Ibnu Majah 3506
[9] Musnad Ahmad 14925Juga dalam Sunan Tirmidzi 2074 & 1991, Sunan Ibnu Majah 3428
[10] Sunan Ibnu Majah 3506
[11] Shahih Bukhari 5270, Juga dalam Musnad Ahmad 3615
[12] Sunan Tirmidzi 1980, Hadits hasan Sahih Juga dalam Sunan Ibnu Majah 3480
By | January 20th, 2015|

082331504566 Rehab Hati Jember, Hukum Minta Diruqyah [3-4]


Hukum Minta Diruqyah [3-4]

Dari Aisyah binti Sa’d dari Ayahnya, bahwa ia berkata; “Aku pernah menderita rasa sakit yang amat berat ketika di Makkah, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang menjenguk dan beliau mengusap wajah dan perutku sambil berdo’a:
اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا وَأَتْمِمْ لَهُ هِجْرَتَهُ
“Ya Allah, sembuhkanlah penyakit Sa’d dan sempurnakanlah hijrahnya.” Maka aku masih merasakan rasa sejuk di hatiku hingga saat ini.” [1]

SUNNAH TAQRIYYAH
Sunnah taqriyyah merupakan landasan hukum yang berdasarkan atas pembenaran atau diamnya nabi ﷺ dalam menyikapi sesuatu. Ada beberapa hadits tentang ruqyah yang di ‘benarkan’ nabi;
Abu Sa’id al Khudry ra menceritakan sebuah rombongan dari sahabat Nabi ﷺ  [2] yang bepergian dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu perkampungan Arab dan penduduk setempat menolak mereka untuk singgah. Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang dan tidak ada satupun tabib disana yang bisa menyembuhkannya. Lalu mereka meminta rombongan sahabat barangkali ada yang bisa mengobati. Salah satu sahabat berkata: “Ya, demi Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidak berkenan maka aku tidak akan menjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah”. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca Alhamdulillah rabbil ‘alamiin[3]  seakan penyakit lepas dari ikatan tali padahal dia pergi tidak membawa obat apapun. Dia berkata: “Maka mereka membayar upah yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka berkata: “Bagilah kambing-kambing itu!” Maka orang yang mengobati berkata: “Jangan kalain bagikan hingga kita temui Nabi ﷺ  lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau ﷺ  dan kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita”. Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah ﷺ  [di madinah] lalu mereka menceritakan peristiwa tersebut. Beliau berkata:
مَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ
“Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa sebagai ruqyah (obat)?”Kemudian Beliau melanjutkan: “Kalian telah melakukan perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku dalam sebagai orang yangmenerima upah tersebut”. [4]

Hadits berikutnya, seperti dikisahkan sebelumnya, dari Kharijah bin Ash Shalt At Tamimi dari Pamannya bahwa ia datang kepada Rasulullah ﷺ  lalu masuk Islam, kemudian kembali dari sisinya dan melewati sebuah kaum yang pada mereka terdapat orang gila yang diikat dengan sebuah besi. Keluarganya lalu berkata, “Telah sampai kabar kepada kami bahwa sahabat kalian ini datang dengan membawa kebaikan, apakah kalian memiliki sesuatu yang dapat engkau gunakan untuk mengobati? ‘ Lalu aku menjampinya menggunakan Surat Al Fatihah sehingga orang itu pun sembuh. Kemudian mereka memberiku seratus ekor kambing. Setelah itu aku datang kepada Rasulullah ﷺ  dan mengabarkan hal tersebut, beliau lantas bertanya: “Apakah engkau hanya mengucapkan ini?” Beliau lalu bersabda:
خُذْهَا فَلَعَمْرِي لَمَنْ أَكَلَ بِرُقْيَةِ بَاطِلٍ لَقَدْ أَكَلْتَ بِرُقْيَةِ حَقٍّ
Artinya: “Demi Dzat yang memanjangkan umurku, ambillah! Sungguh, orang makan dengan jampi batil sedangkan engkau makan dengan jampi yang benar.” [5]

قَالَتْ أَسْمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ بَنِي جَعْفَرٍ تُصِيبُهُمْ الْعَيْنُ فَأَسْتَرْقِي لَهُمْ قَالَ نَعَمْ فَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ
Artinya: Asma berkata, “Wahai Rasulullah, anak-anak Ja’far tertimpa penyakit ‘ain, maka ruqyahlah mereka! ” Beliau menjawab: “Ya. Jika ada sesuatu yang mendahului takdir, maka ‘ain lah yang mendahuluinya.” [6]

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ لَسَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا
Artinya: Dari Ibnu Abbas ia berkata; Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wasallam bersabda: “Jikalau ada sesuatu yang dapat mendahului taqdir maka itu adalah penyakit ‘Ain (namun tidak ada yang dapat mendahuluinya) dan jika kalian diminta (oleh orang yang terkena ‘ain) untuk mandi, maka mandilah.” [7]

SUNNAH QAULIYAH

Sunnah qauliyyah merupakan landasan hukum yang berdasarkan atas perkataan atau anjuran langsung nabi ﷺ terhadap sebuah amal. Ada beberapa hadits tentang ruqyah yang dianjurkan nabi;
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرُّقْيَةِ مِنْ الْحَيَّةِ وَالْعَقْرَبِ
Dari Aisyah dia berkata, “Rasulullah ﷺ  memberi keringanan dalam ruqyah karena sengatan ular dan kalajengking.” [8]
Dari Abu Hurairah dia berkata, “Seorang laki-laki di sengat kalajengking hingga ia tidak dapat tidur pada malam harinya, lantas dikatakan kepada Nabi ﷺ , “Fulan telah di sengat kalajengking hingga ia tidak dapat tidur di malam harinya! “Maka Nabi ﷺ  bersabda: “Sekiranya menjelang sore harinya ia mengucapkan: ‘A’uudzu bika bikalimaatilahittaammti min syarri maa khalaqa (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya) ‘, niscaya sengatan kalajengking tersebut tidak akan membahayakannya sampai pagi.” [9]
Dari hadits diatas kita mengetahui bahwa ruqyah itu tidak hanya dibacakan al Qur’an atau pun tidak hanya pada gangguan syaitan dikalangan jin saja, melainkan ruqyah juga do’a perlindungan untuk gangguan hewan bahkan dari seluruh kejahatan mahluk-Nya, bahkan dari luka yang bersifat fisik semisal pecahnya pembuluh darah sebagaimana berikut:
يَزِيدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدٍ قَالَ رَأَيْتُ أَثَرَ ضَرْبَةٍ فِي سَاقِ سَلَمَةَ فَقُلْتُ مَا هَذِهِ قَالَ أَصَابَتْنِي يَوْمَ خَيْبَرَ فَقَالَ النَّاسُ أُصِيبَ سَلَمَةُ فَأُتِيَ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَفَثَ فِيَّ ثَلَاثَ نَفَثَاتٍ فَمَا اشْتَكَيْتُهَا حَتَّى السَّاعَةِ
Yazid bin ‘Ubaid berkata, “Aku melihat pengaruh pukulan pada betis Salamah, lalu aku katakan, ‘Apakah ini? ‘ Ia menjawab, ‘Aku mendapatkan luka ini saat perang Khaibar. ‘ Kemudian orang-orang berkata, ‘Salamah telah terkena musibah’. Kemudian aku dibawa ke hadapkan Rasulullah ﷺ . Lalu beliau meludah padaku sebanyak tiga kali, kemudian aku tidak mengeluhkannya hingga saat ini.” [10]

Bersambung ke Bagian 4

Referensi:
[1] Shahih Bukhari 5227.
[2] Dalam Musnad Imam Ahmad 10648 dikatakan ekspedisi dengan 30 penunggang kuda.
[3] Atau QS Al Fatihah, dalam Sahih Bukhari 5308 diriwayatkan lalu meludahinya, dalam Sunan diriwayatkan sebanyak tujuh kali.
[4] Shahih Bukhari 2115Juga dalam Shahih Bukhari 5308, 4623, Musnad Ahmad 11361 dan 10648], Sunan Ibnu Majah 2147.
[5] [Sunan Abu Daud 3398] Juga terdapat dalam Musnad Ahmad 20833]
[6] [Sunan Ibnu Majah 3501] Juga dalam Musnad Ahmad 26198
[7] [Sunan Tirmidzi 1988] [Shahih Muslim 4058] Begitupun riwayat dari Abu Hurairah Ra dalam sahih muslim 4057
[8] [Sunan Ibnu Majah 3508]
[9] [Sunan Ibnu Majah 3509]
[10] Sunan Abu Daud 3396
By | January 20th, 2015|

082331504566 Rehab Hati Jember, Hukum Minta Diruqyah [2-4]


Hukum Minta Diruqyah [2-4]

SUNNAH FI’ILIYYAH
Sunnah fi’illiyah merupakan landasan hukum yang berdasarkan atas pekerjaan nabi ﷺ. Ada beberapa hadits tentang ruqyah yang dilakukan nabi;
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ نَفَثَ فِي كَفَّيْهِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَبِالْمُعَوِّذَتَيْنِ جَمِيعًا ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ وَمَا بَلَغَتْ يَدَاهُ مِنْ جَسَدِهِ قَالَتْ عَائِشَةُ فَلَمَّا اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنِي أَنْ أَفْعَلَ ذَلِكَ بِهِ
Dari ‘Aisyah ra dia berkata; “Apabila Rasulullah ﷺ  hendak tidur, maka beliau akan meniupkan ke telapak tangannya sambil membaca QUL HUWALLAHU AHAD (QS Al Ikhlas 1-4) dan Mu’awidzatain (An Nas dan Al Falaq), kemudian beliau mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata; Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu.”[1]
Hadits berikutnya adalah sebuah kisah sahih saat Rasulullah ﷺ menjenguk Abu Hurairah.
Dari Abu Hurairah dia berkata, “Nabi ﷺ  datang menjengukku, beliau lalu bersabda kepadaku: “Apakah kamu mau aku ruqyah dengan ruqyah yang telah di ajarkan Jibril kepadaku?” aku lalu menjawab, “Demi ayah dan Ibuku, tentu ya Rasulullah.” Beliau lantas membaca:
مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ وَاللَّهُ يَشْفِيكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ فِيكَ
‘Bismillahi urqiika wallahu yasyfiika min kulli da`in yu`dziika wa min syarrinnaffatsati fil ‘uqadi wa min syarri haasidin idza hasad (Dengan nama Allah aku meruqyahmu, dan Allah-lah yang menyembuhkanmu dari setiap penyakit yang menimpamu, dari setiap kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki).’ Beliau mengucapkannya hingga tiga kali.”[2]
Adapun riwayat yang mengisahkan bahwa Rasulullah ﷺ kena sihir adalah sahih juga, ada beberapa riwayat diantaranya adalah dari Abu Sa’id bahwa Jibril mendatangi Nabi ﷺ  kemudian berkata;
“Hai Muhammad, apakah kamu sakit? Rasulullah ﷺ  menjawab: ‘Ya. Aku sakit. Lalu Jibril meruqyah beliau dengan mengucapkan;
بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
‘Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu dan dari kejahatan segala makhluk atau kejahatan mata yang dengki. Allah lah yang menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu.[3]
Hadits lain adalah dari Aisyah ra, ia berkata: “Rasulullah saw apabila ada orang sakit diantara kami, beliau menyentuhnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau berkata:
اَللَّهُمَّ أَذْهِبِ اْلبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اِشْفِ وَ أَنْتَ ا لشَّا فِيْ لاَ شِفَاءَ إِلاَّشِفَا ؤُكَ شِفَاءَإِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءًلاَ يُغَادِرُسَقَمًا(3×)
Artinya: “Ya allah, hilangkan penyakit ini, wahai penguasa seluruh  manusia, sembuhkanlah ! engkaulah yang menyembuhkan, tidak ada kesembuhan  kecuali kesembuhan dari-mu,  sembuhkanlah dengan kesembuhan  sempurna tanpa meninggalkan  rasa sakit.”
Dari Ibnu Abbas ia berkata; Dahulu Rasulullah ﷺ  sering mendo’akan Hasan dan Husain dengan mengucapkan:
أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
“U’iidzukumaa bikalimaatillaahitaammah min kulli syaithaanin wa hammah, wa min kulli ‘ainin laammah (Aku melindungi kalian dengan kalimat Allah -Al quran atau asma’ dan sifat-Nya- yang sempurna dari setiap syetan dan binatang berbisa serta ‘Ain yang dengki).”
Beliau juga bersabda: “Demikianlah dahulu Ibrahim melindungi Ishaq dan Isma’il ‘Alaihimus salaam.”[4]
Hadits lain yang termasuk sunnah yang Rasulullah ﷺ lakukan sendiri adalah ketika beliau saw meruqyah anak-anak:
Riwayat pertama, dari Yalla bin Murah ﷺ, saat melakukan safar bersama Rasulullah ﷺ beliau melihat seorang ibu yang sedang duduk bersama anak bayinya. Perempuan itu memohon kepada rasul untuk mengobati penyakit anaknya yang sering kumat, dan Rasul bersabda; “Berikanlah anak itu kepadaku”, kemudian perempuan itu meletakan anak itu dan Rasulullah ﷺ membuka mulut anak itu dan membuka mulut anak itu, lalu meniup kedalamnya sebanyak tiga kali dan mengucapkan “Bismillah, aku adalah hamba Allah, enyahlah engkau wahai musuh Allah!” Kemudian Rasulullah ﷺ menyerahkan kembali bayi itu kepada ibunya sambil berkata; “Temuilah kami disini ketika kami kembali nanti dan beritahukan apa yang terjadi dengan anak ini”. Sekembalinya dari perjalanan, si ibu tadi berada disana dengan tiga ekor kambing dan memberitahukan bahwa tidak ada gangguan lagi dan Rasul ﷺ mengambil 1 ekor kambing tersebut.[5]
Riwayat kedua dari Yalla Bin Murah dari ayahnya, tentang seorang perempuan yang datang kehadapan Rasulullah ﷺ membawa bayinya yang kesurupan, dan nabi Muhammad bersabda; “Keluarlah wahai musuh Allah! Aku adalah utusan Allah!” maka bayi itu sembuh seketika. Dan ibu tadi memberikan 2 ekor domba, keju dan minyak samin dan Rasulullah hanya mengambil keju dan minyak samin serta 1 domba.[6]
Riwayat ketiga, dari Jabir bin Abdullah, ia mengisahkan peristiwa pada Perang Dzatur Riqa’ tentang seorang perempuan yang membawa anaknya yang kesurupan kehadapan Rasulullah ﷺ. Dan Rasul menyuruh sang ibu untuk membuka mulutnya lalu diludahi oleh Rasulullah ﷺ sambil bersabda; “Enyahlah engkau wahai musuh Allah! Aku adalah utusan Allah!” sebanyak tiga kali. Setelah itu Rasulullah ﷺ bersabda, “Anakmu sudah baik, tidak ada lagi yang akan mengganggunya”. [Majma’uz Zawa’id (9/9)]
Dari Aisyah binti Sa’d dari Ayahnya, bahwa ia berkata; “Aku pernah menderita rasa sakit yang amat berat ketika di Makkah, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang menjenguk dan beliau mengusap wajah dan perutku sambil berdo’a:
اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا وَأَتْمِمْ لَهُ هِجْرَتَهُ
“Ya Allah, sembuhkanlah penyakit Sa’d dan sempurnakanlah hijrahnya.” Maka aku masih merasakan rasa sejuk di hatiku hingga saat ini.” [1]

SUNNAH TAQRIYYAH
Sunnah taqriyyah merupakan landasan hukum yang berdasarkan atas pembenaran atau diamnya nabi ﷺ dalam menyikapi sesuatu. Ada beberapa hadits tentang ruqyah yang di ‘benarkan’ nabi;
Abu Sa’id al Khudry ra menceritakan sebuah rombongan dari sahabat Nabi ﷺ  [2] yang bepergian dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu perkampungan Arab dan penduduk setempat menolak mereka untuk singgah. Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang dan tidak ada satupun tabib disana yang bisa menyembuhkannya. Lalu mereka meminta rombongan sahabat barangkali ada yang bisa mengobati. Salah satu sahabat berkata: “Ya, demi Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidak berkenan maka aku tidak akan menjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah”. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca Alhamdulillah rabbil ‘alamiin[3]  seakan penyakit lepas dari ikatan tali padahal dia pergi tidak membawa obat apapun. Dia berkata: “Maka mereka membayar upah yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka berkata: “Bagilah kambing-kambing itu!” Maka orang yang mengobati berkata: “Jangan kalain bagikan hingga kita temui Nabi ﷺ  lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau ﷺ  dan kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita”. Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah ﷺ  [di madinah] lalu mereka menceritakan peristiwa tersebut. Beliau berkata:
مَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ
“Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa sebagai ruqyah (obat)?”Kemudian Beliau melanjutkan: “Kalian telah melakukan perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku dalam sebagai orang yangmenerima upah tersebut”. [4]

Hadits berikutnya, seperti dikisahkan sebelumnya, dari Kharijah bin Ash Shalt At Tamimi dari Pamannya bahwa ia datang kepada Rasulullah ﷺ  lalu masuk Islam, kemudian kembali dari sisinya dan melewati sebuah kaum yang pada mereka terdapat orang gila yang diikat dengan sebuah besi. Keluarganya lalu berkata, “Telah sampai kabar kepada kami bahwa sahabat kalian ini datang dengan membawa kebaikan, apakah kalian memiliki sesuatu yang dapat engkau gunakan untuk mengobati? ‘ Lalu aku menjampinya menggunakan Surat Al Fatihah sehingga orang itu pun sembuh. Kemudian mereka memberiku seratus ekor kambing. Setelah itu aku datang kepada Rasulullah ﷺ  dan mengabarkan hal tersebut, beliau lantas bertanya: “Apakah engkau hanya mengucapkan ini?” Beliau lalu bersabda:
خُذْهَا فَلَعَمْرِي لَمَنْ أَكَلَ بِرُقْيَةِ بَاطِلٍ لَقَدْ أَكَلْتَ بِرُقْيَةِ حَقٍّ
Artinya: “Demi Dzat yang memanjangkan umurku, ambillah! Sungguh, orang makan dengan jampi batil sedangkan engkau makan dengan jampi yang benar.” [5]

قَالَتْ أَسْمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ بَنِي جَعْفَرٍ تُصِيبُهُمْ الْعَيْنُ فَأَسْتَرْقِي لَهُمْ قَالَ نَعَمْ فَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ
Artinya: Asma berkata, “Wahai Rasulullah, anak-anak Ja’far tertimpa penyakit ‘ain, maka ruqyahlah mereka! ” Beliau menjawab: “Ya. Jika ada sesuatu yang mendahului takdir, maka ‘ain lah yang mendahuluinya.” [6]

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ لَسَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا
Artinya: Dari Ibnu Abbas ia berkata; Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wasallam bersabda: “Jikalau ada sesuatu yang dapat mendahului taqdir maka itu adalah penyakit ‘Ain (namun tidak ada yang dapat mendahuluinya) dan jika kalian diminta (oleh orang yang terkena ‘ain) untuk mandi, maka mandilah.” [7]

SUNNAH QAULIYAH

Sunnah qauliyyah merupakan landasan hukum yang berdasarkan atas perkataan atau anjuran langsung nabi ﷺ terhadap sebuah amal. Ada beberapa hadits tentang ruqyah yang dianjurkan nabi;
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرُّقْيَةِ مِنْ الْحَيَّةِ وَالْعَقْرَبِ
Dari Aisyah dia berkata, “Rasulullah ﷺ  memberi keringanan dalam ruqyah karena sengatan ular dan kalajengking.” [8]
Dari Abu Hurairah dia berkata, “Seorang laki-laki di sengat kalajengking hingga ia tidak dapat tidur pada malam harinya, lantas dikatakan kepada Nabi ﷺ , “Fulan telah di sengat kalajengking hingga ia tidak dapat tidur di malam harinya! “Maka Nabi ﷺ  bersabda: “Sekiranya menjelang sore harinya ia mengucapkan: ‘A’uudzu bika bikalimaatilahittaammti min syarri maa khalaqa (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya) ‘, niscaya sengatan kalajengking tersebut tidak akan membahayakannya sampai pagi.” [9]
Dari hadits diatas kita mengetahui bahwa ruqyah itu tidak hanya dibacakan al Qur’an atau pun tidak hanya pada gangguan syaitan dikalangan jin saja, melainkan ruqyah juga do’a perlindungan untuk gangguan hewan bahkan dari seluruh kejahatan mahluk-Nya, bahkan dari luka yang bersifat fisik semisal pecahnya pembuluh darah sebagaimana berikut:
يَزِيدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدٍ قَالَ رَأَيْتُ أَثَرَ ضَرْبَةٍ فِي سَاقِ سَلَمَةَ فَقُلْتُ مَا هَذِهِ قَالَ أَصَابَتْنِي يَوْمَ خَيْبَرَ فَقَالَ النَّاسُ أُصِيبَ سَلَمَةُ فَأُتِيَ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَفَثَ فِيَّ ثَلَاثَ نَفَثَاتٍ فَمَا اشْتَكَيْتُهَا حَتَّى السَّاعَةِ
Yazid bin ‘Ubaid berkata, “Aku melihat pengaruh pukulan pada betis Salamah, lalu aku katakan, ‘Apakah ini? ‘ Ia menjawab, ‘Aku mendapatkan luka ini saat perang Khaibar. ‘ Kemudian orang-orang berkata, ‘Salamah telah terkena musibah’. Kemudian aku dibawa ke hadapkan Rasulullah ﷺ . Lalu beliau meludah padaku sebanyak tiga kali, kemudian aku tidak mengeluhkannya hingga saat ini.” [10]

Bersambung ke Bagian 3

Referensi:
[1] Shahih Bukhari 5227.
[2] Dalam Musnad Imam Ahmad 10648 dikatakan ekspedisi dengan 30 penunggang kuda.
[3] Atau QS Al Fatihah, dalam Sahih Bukhari 5308 diriwayatkan lalu meludahinya, dalam Sunan diriwayatkan sebanyak tujuh kali.
[4] Shahih Bukhari 2115Juga dalam Shahih Bukhari 5308, 4623, Musnad Ahmad 11361 dan 10648], Sunan Ibnu Majah 2147.
[5] [Sunan Abu Daud 3398] Juga terdapat dalam Musnad Ahmad 20833]
[6] [Sunan Ibnu Majah 3501] Juga dalam Musnad Ahmad 26198
[7] [Sunan Tirmidzi 1988] [Shahih Muslim 4058] Begitupun riwayat dari Abu Hurairah Ra dalam sahih muslim 4057
[8] [Sunan Ibnu Majah 3508]
[9] [Sunan Ibnu Majah 3509]
[10] Sunan Abu Daud 3396

Referensi:
[1] Shahih Bukhari 5307
[2] Sunan Ibnu Majah 3515
[3] Shahih Muslim 4056] Juga dlm Musnad Ahmad 10793, 11131
[4] Kutipan Sunan Tirmidzi 1986
[5] Hadits ini tercatat dalam Majma’uz Zawwa’id (9/4) dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani
[6] HR Imam Ahmad
By | January 20th, 2015|

082331504566 Rehab Hati Jember, Tazkiyyah An Nafs


Tazkiyyah An Nafs

TIGA YANG MEMBUAT TERTAWA
TIGA YANG MEMBUAT MENANGIS

Salman al-Farisi radliyallahu anhu berkata :

Ada tiga hal yang membuatku tertawa dan ada tiga hal yang membuatku menangis,

1- Aku tertawa terhadap orang yang mengharapkan dunia, sedangkan kematian selalu mengejarnya,

2- Aku tertawa terhadap orang yang melalaikan (Rabbnya), sedangkan Dia tidak lalai darinya,

3) Aku tertawa terhadap orang yang tertawa terbahak-bahak, sedangkan dia tidak mengetahui apakah dia membuat Rabbnya ridha ataukah membuat-Nya murka.

Tiga hal yang membuatku menangis:

1- Berpisah dengan orang- orang tercinta yaitu Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatNya,

2- Kengerian pada saat kematian,

3. Berdiri di hadapan Rabbul alamin, sedangkan aku tidak mengetahui apakah aku dimasukkan ke dalam neraka atau surga.

[ Hilyah al-Auliya', 1/207, karya Abu Nu'aim al-Ashfahani ]

Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc, M.H.I حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى

Rumah Rehab Jember
Tazkiyyatunnufus & Terapi Al-quran
082 331 504 566

Selasa, 06 Juni 2017

082331504566 Rehab Hati Jember, Hukum Minta Diruqyah [1-4]


Hukum Minta Diruqyah [1-4]

Bismillah, ash sholatu wa sallamu ‘ala rosulillah wa‘ala ‘alihi wa sohbihi ajma’in, faman tabi’ahum bi ihsanin illa yaumiddin. Dalam buku sahih ath Thib An Nabawi bagian fiqih pengobatan, dijelaskan bahwa setidaknya ada 5 hukum berobat; yang pertama mubah, sunnah, haram, syirik dan wajib yang kesemuanya bergantung pada kondisi.
Kondisi pertama, hukum berobat bisa menjadi mubah. Dimana dilakukan atau tidak dilakukan pengobatan tidak mendapatkan pahala atau siksa. Semisal sakit flu, yang jika tidak diobati pun kita tahu dalam 3 hari imunitas tubuh akan mampu melawannya atau akan sembuh kembali.
Kondisi kedua, hukum berobat bisa bernilai sunnah dan mendapatkan pahala sunnah. Dimana seseorang melakukan pengobatan yang sesuai dengan anjuran sunnah, atau sesuatu yang pernah dilakukan/disetujui atau dianjurkan Rasulullah ﷺ.
Kondisi ketiga, hukum berobat bisa menjadi haram jika ia melakukan sesuatu keharaman (semisal melihat aurat) dalam berobat atau menggunakan sesuatu yang haram semisal dengan mengkonsumsi daging atau minyak babi.
Kondisi keempat, hukum berobat bisa menjadi syirik jika terdapat kesyirikan didalam praktik atau tatacaranya. Semisal seseorang menggunakan khodam (jin) dan bergantung kepadanya, atau seseorang yang melakukan ritual syirik semisal menyembelih binatang untuk syaitan demi mendapatkan bantuan dari syaitan.
Kondisi kelima, hukum berobat bisa menjadi wajib jika penyakit yang ia derita menghilangkan hak orang lain. Semisal seorang suami yang ‘lumpuh’ dan tidak mampu menggauli istrinya berbulan-bulan. Dalam hal ini seseorang tidak bisa berkata; “Aku bersabar dengan penyakit ini” disisi lain ia mengabaikan kewajiban terhadap kebutuhan bathin istrinya.
Segala puji bagi Allah, dalam perkembangannya – indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia saat ini – kedokteran ala nabi semakin berkembang dan menjadi solusi sehat untuk ummat. Ruqyah syar’iyyah (ruqyah yang tidak menyelisihi syariat), yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ath Thib an Nabawi (disingkat menjadi tibunabawi = kedokteran ala nabi yan terdiri dari Hijamah/Bekam, Ruqyah Syariyyah dan Herbal) semakin dikenal masyarakat. Ruqyah syar’iyyah atau teraphy pengobatan dengan dibacakan al qur’an dan do’a-do’a nabi merupakan ruh-nya kedokteran ala nabi yang bisa dikombinasikan menjadi satu tehnik atau bahkan teknologi pengobatan yang tidak terpisahkan dan tidak bisa ditolak lagi oleh logika ilmiah dan para praktisi kedokteran moderen.
Namun ketika hal ini muli dikenal umum, ada segelintir pihak yang cemburu dan mulai mencari-cari kelemahan hukum syar’ie didalamnya. Jika, pihak yang mendengki ruqyah tersebut adalah pihak yang tersaingi dikalangan pengobat alternatif (dukun), pengobat alternatif moderen (tenaga dalam, pernafasan, kebatinan dll), ustadz dukun-kyai dukun-habib dukun dll maka kami pahami keresahannya karena lambat laun mereka akan tenggelam karena ditinggalkan umat. Namun yang menyedihkan adalah ketika sang ustadz yang dihormati bahkan mengaku bermanhaj salafi (mengikuti kalangan ash shalaf ash shalih) juga memborbardir ruqyah syar’iyyah dengan hukum syirik atau yang semisalnya. Padahal ruqyah syariyyah adalah media dakwah yang sangat effective untuk mengenalkan sunnah kepada masyarakat, dimana hamba-hamba Allah yang sedang tertatih dan butuh petunjuk ini diarahkan kepada cahaya dan kemuliaan hidup dalam sunnah yang bisa mereka rasakan langsung. Jadi tidak hanya dilarang mendatangi kahin namun juga diarahkan dan bahkan dibimbing langsung menjadi ahlussunnah yang sejati, alhamdulillah.
Ada segelintir ustadz salaf yang menolak ruqyah dengan satu dalil yang ia bawa kemana-mana, dalil ini tentu saja mematahkan semangat umat yang sudah cendrung pada pengobatan yang menakjubkan ini. “Jangan minta diruqyah nanti tidak masuk syurga tanpa hisab!”.
Ikhwah fiddin rahimahullah, mari kita lihat bersama secara seksama dan mendalam tentang historical dan nash-nash yang menjadi awal mula lahirnya kata “Ar Ruqyah As Syar’iyyah” ini hingga kita memahami kenapa ulama sekaliber Ibnul Qayyim Al Jauziyyah pun melakukan ruqyah yang kemudian diabadikan dalam karyanya.
Ruqyah berasal dari kata ‘ruqo’ yang artinya mantra. Dijaman jahiliyyah tehnik pengobatan dengan memantrai ini sudah berkembang, ini bisa kita lihat dalam sebuah hadits dari ‘Auf bin Malik, beliau suatu ketika mengunjungi Rasulullah ﷺ dan berkata; “Pada masa jahiliyah aku pernah melakukan penjampian, lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda mengenai hal tersebut?” Beliau menjawab:
اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا
“Perlihatkan jampi kalian kepadaku! Tidak mengapa dengan jampi selama bukan perbuatan syirik.” [1]
Rasulullah ﷺ meminta sahabatnya untuk menunjukan bagaimana cara meruqyah yang ia lakukan sebelum berfatwa untuk mengizinkannya atau tidak. Hal ini menunjukan bahwa pada masa itu ada dua ruqyah, ruqyah yang baik dan ruqyah yang bathil. Hal ini diambil dari riwayat hadits Kharijah bin Ash Shalt dari pamannya yang mengisahkan ketika ia baru selesai berbai’at kepada Rasulullah ﷺ dan sepulangnya ketika melewati perkampungan arab mereka dihampiri oleh sekelompok orang yang meminta tolong karena salah satu kerabatnya gila dan sudah diikat rantai atau besi. Kemudian beliau menyanggupi dan meruqyahnya dengan membacakan surat Al Fatihah selama tiga hari di pagi dan sore hari, beliau berkata;
“Saya kumpulkan ludah saya kemudian saya meludahkannya lalu seolah-olah ia sembuh dari penyakit gila. Kemudian mereka memberi saya hadiah, saya berkata: ‘Nanti dulu, hingga saya bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihiwasallam.’ Saya pun bertanya kepada beliau lalu beliau bersabda: “Sungguh ada orang yang memakan dari hasil ruqyah batil, tapi engkau memakan dari hasil ruqyah yang benar.”[2]
Hal ini menunjukan bahwa ada ruqyah bathil ada ruqyah yang diperbolehkan, dan yang dilarang adalah ruqyah yang mengandung kesyirikan didalamnya. Mari kita lihat lebih jauh lagi, agar kokoh keyakinan kita dan keraguan itu sirna selama-lamanya.
Ada lebih dari 116 hadits yang mengisahkan tentang ruqyah dimasa Nabi ﷺ, belum lagi hadits-hadits tentang sakit dan obat-obatnya secara nabawi. Kita akan bahas segelintir hadits saja, dan untuk memudahkan kita akan kelompokan kedalam 3 kelompok. Yaitu sunnah fiiliyyah [sunnah yang nabi kerjakan sendiri], sunnah taqriyyah [sunnah pembenaran nabi] dan sunnah qouliyah [perkataan nabi sendiri].

[Bersambung ke bagian 2]

Referensi.
[1] Sunan Abu Daud No. 3388
[2] Musnad Imam Ahmad No. 20834
By | January 20th, 2015|